PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENGARUH METODE BELAJAR
AKTIF MODEL
PENGAJARAN TERARAH DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI DAN PEMAHAMAN PELAJARAN IPS
PADA SISWA KELAS VI SDN
JATIGUWI 03
KECAMATAN SUMBERPUCUNG
TAHUN 2010/2011
PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Disusun Oleh: LILIS WINANIK, S.Pd
NIP : 19630728 198703 2 002
SEKOLAH DASAR NEGERI JATIGUWI 03
DESA JATIGUWI
KECAMATAN SUMBERPUCUNG KABUPATEN MALANG
2010
D
A F T A R I S I
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2. Identifikasi Masalah
3.Batasan Masalah
4. Rumusan Masalah
5. Tujuan Penelitian
6. Manfaat Penelitian
7. Definisi Operasional
8. Kerangka dan hipotesis
tindakan
9. Rencana Penelitian
10. Jadwal penelitian
11. Rencana Anggaran
12. Personalia Penelitian
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
B A B I
P E N D A H U L U A N
1. Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak
semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap
anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat,
ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya
serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Cepat
lambatnya penerimaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan
menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat
tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak
didik sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka
mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi
untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan
pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau eksperimen.
Karena itu dalam kegiatan belajar
mengajar, menurut Roestiyah, N.K. (1989: 1), guru harus memiliki strategi agar
anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus
menguasai teknik-teknik penyajian atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan
demikian, metode mengajar adalah stategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
Ada kecenderungan
dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan
‘mengetahui’-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan, itulah
yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita! Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah
suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu.
Sekrang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan
dan pengajaran dalam upaya ‘menghidupkan’kelas secara maksimal. Kelas yang
‘hidup’ diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah
yang sedemikian cepat.
Mengajar bukan semata persoalan
menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi
ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa
sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang
langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan
belajar aktif.
Apa yang menjadikan belajar aktif?
Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka
harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan
apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat
dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka,
bergerak leluasa dan berfikir keras (moving
about dan thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan
baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan
membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”,
yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya,
mencoba mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut
pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru perlu
membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana
bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang,
tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran,
alat peraga dan teknik evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus
memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan
metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih,
menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya,
dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi.
Sementara itu teknologi pembelajaran
adalah salah satu dari aspek tersebut yang cenderung diabaikan oleh beberapa
pelaku pendidikan, terutama bagi mereka yang menganggap bahwa sumber daya
manusia pendidikan, sarana dan prasarana pendidikanlah yang terpenting. Padahal
kalau dikaji lebih lanjut, setiap pembelajaran pada semua tingkat pendidikan
baik formal maupun non formal apalagi tingkat Sekolah Dasar, haruslah berpusat
pada kebutuhan perkembangan anak sebagai calon individu yang unik, sebagai
makhluk sosial, dan sebagai calon manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai apabila
dalam aktivitas belajar mengajar, guru senantiasa memanfaatkan teknologi
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran struktural dalam penyampaian materi
dan mudah diserap peserta didik atau siswa berbeda.
Khususnya dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru
dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka
pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan
isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa.
Dengan
menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka diadakan
penelitian dengan judul Pengaruh Metode
Belajar Aktif Model Pengajaran Terarah Dalam Meningkatkan Prestasi Dan
Pemahaman Pelajaran IPS Pada Siswa Kelas VI SD Negeri Jatiguwi 03.
2. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang
diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:
- Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPS dengan diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas VI SDN Jatiguwi 03Tahun Pelajaran 2010/2011?
- Bagaimanakah pengaruh metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi belajar IPS pada siswa Kelas VI SDN Jatiguwi 03 Tahun Pelajaran 2010/2011?
C. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan metode belajar aktif model
pengajaran terarah, dengan menerapkan metode belajar ini diharapkan prestasi
belajar siswa dapat meningkat.
D. Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, maka
diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
- Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas VI SDN Jatiguwi 03Tahun Pelajaran 2010/2011.
- Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan September tahun pelajaran 2010/2011.
- Materi yang disampaikan adalah pokok perkembangan teknologi untuk produksi dan, komunikasi dan transportasi.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengetahui peningkatan prestasi belajar IPS setelah diterapkannya metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas VI SDN Jatiguwi 03 Tahun Pelajaran 2010/2011.
- Mengetahui pengaruh motivasi belajar IPS setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah pada siswa Kelas VI SDN Jatiguwi 03Tahun Pelajaran 2010/2011.
F. Manfaat Penelitan
Adapun maksud penulis mengadakan
penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
- Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru IPS dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar IPS.
- Sumbangan pemikiran bagi guru IPS dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar IPS.
G. Definisi Operasional
Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi
terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
- Metode belajar aktif model pengajaran terarah adalah:
Suatu bentuk pembelajaran yang mengharuskan guru
mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau
mengapatkan hipotesis atau simpulan mereka.
- Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri
seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan,
pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu
tujuan.
- Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau
dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN
KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Definisi
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara,
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996:14).
Sependapat dengan pernyataan tersebut
Setomo (1993:68) mengemukakan bahwa belajar adalah proses pengelolaan
lingkungan seseorang dengan sengaja dikalukan sehingga memungkinkan dia belajar
untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan
belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan
disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam
kebiasaan, kecakapan, bertambah pengetahuan, bekembang daya pikir, sikap dan
lain-lain (Soetomo, 1993:120).
Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Jadi pembelajaran adalah proses yang
disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
2. Motivasi
Belajar
a.
Konsep Motivasi
Pengajaran tradisional menitik
beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal
yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, 2001:157). Cara ini tidak mempertimbangkan apakah bahan pelajaran
yang diberikan itu sesuai atau tidak dengan kesanggupan, kebutuhan, minat, dan
tingkat kesanggupan, serta pemahaman murid. Tidak pula diperhatikan apakah
bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan atas motif-motif dan tujuan yang ada
pada murid.
Sejak adanya penemuan-penemuan baru
dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkah laku manusia, serta
perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan tersebut kemudian
berubah. Faktor siswa didik justru menjadi unsur yang menentukan berhasil atau
tidaknya pengajaran berdasarkan “pusat minat” anak makan, pakaian, permainan/bekerja.
Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya seperti Dr. John Dewey, yang
terkenal dengan “pengajaran proyeknya”, yang berdasarkan pada masalah yang
menarik minat siswa, sistem persekolahan lainnya. Sehingga sejak itu pula para
ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif
tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi
yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan,
tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana
mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi tidak dapat dipaksa untuk
minum. Demikian pula juga halnya dengan murid, guru dapat memaksakan bahan
pelajaran kepada mereka, akan tetapi guru tidak mungkin dapat memaksanya untuk
belajar belajar dalam arti sesungguhnya. Inilah yng menjadi tugas yang paling
berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau belajar, dan memiliki
keinginan untuk belajar secara kontinyu.
b. Pengertian
Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau
organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku
atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong
tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman,
2000:28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu pendorong
yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan
sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin
melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur
(2001:3) bahwa siswa yang
termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih
tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan
mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi
yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Macam-macam
Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi
Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai
akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan
sesuatu atau belajar (Usman, 2000:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1997:105) ada beberapa strategi dalam
mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut adalah sebagai
berikut:
1)
Mengaitkan tujuan belajar
dengan tujuan siswa.
2)
Memberikan kebebasan dalam
memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
3)
Memberikan banyak waktu ekstra
bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4)
Sesekali memberikan penghargaan
pada siswa atas pekerjaannya.
5)
Meminta siswa untuk menjelaskan
hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi
intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi
Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai
akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau
melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia
disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman,
2000:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:117), motivasi ekstrinsik adalah
kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi
ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1)
Kompetisi (persaingan):guru berusaha menciptakan persaingan
diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2)
Pace Making (membuat tujuan sementara
atau dekat):Pada awal kegiatan
belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK
yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK
tersebut.
3)
Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk
mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu
yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu
perbuatan.
4)
Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa
puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan
akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak
memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri,
tentu saja dengan bimbingan guru.
5)
Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu
memiliki minat yang besar.
6)
Mengadakan penilaian atau tes.
Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik.
Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila
tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat
nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi
siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa
motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan,
untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
4. Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa
Telah disepakati oleh ahli pendidikan
bahwa guru merupakan kunci dalam proses belajar mengajar. Bila hal ini dilihat
dari segi nilai lebih yang dimiliki oleh guru dibandingkan dengan siswanya.
Nilai lebih ini dimiliki oleh guru terutama dalam ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh guru bidang studi pengajarannya. Walalu demikian nilai lebih itu
tidak akan dapat diandalkan oleh guru, apabila ia tidak memiliki teknik-teknik
yang tepat untuk mentransferkan kepada siswa. Disamping itu kegiatan mengajar
adalah suatu aktivitas yang sangat kompleks, karena itu sangat sukar bagi guru
Bahasa Indonesia bagaimana caranya mengajar dengan baik agar dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia.
Untuk merealisasikan keinginan
tersebut, maka ada beberapa prinsip umum yang harus dipengang oleh guru Bahasa
Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Menurut Prof. DR. S. Nasution,
prinsip-prinsip umum yang harus dipengang oleh guru Bahasa Indonesia dalam
menjalankan tugasnya adalah sebagai berikut:
a.
Guru yang baik memahami dan
menghormati siswa.
b.
Guru yang baik harus
menghormati bahan pelajaran yang diberikannya.
c.
Guru hendaknya menyesuaikan
bahan pelajaran yang diberikan dengan kemampuan siswa.
d.
Guru hendaknya menyesuaikan
metode mengajar dengan pelajarannya.
e.
Guru yang baik mengaktifkan
siswa dalam belajar.
f.
Guru yang baik memberikan
pengertian, bukan hanya dengan kata-kata belaka. Hal ini untuk menghindari
verbalisme pada murid.
g.
Guru menghubungkan pelajaran
pada kehidupan siswa.
h.
Guru terikat dengan texs book.
i.
Guru yang baik tidak hanya
mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan senantiasa membentuk
kepribadian siswanya.
Sehubungan dengan upaya meningkatkan
motivasi belajar siswa ada dua prinsip yang harus diperhatiakn oleh guru
sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas F. Saton sebagai berikut:
a.
Menyelidiki dengan jelas dan
tegas apa yang diharapkan dari pelajaran untuk dipelajari dan mengapa ia
diharapkan mempelajarinya.
b.
Menciptakan kesadaran yang
tinggi pada pelajaran akan pentingnya memiliki skill dan pengetahuan yang akan
diberikan oleh program pendidikan itu.
Dari prinsip-prinsip umum di atas,
menunjukkan bahwa peranan guru Bahasa Indonesia dalam mengajar bahasa Indonesia
dapat dikatakan sangat dominan, begitu pula dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa tampaknya guru yang mengetahui akan kemampuan siswa-siswanya baik secara
individual maupun secara kelompok, guru mengetahui persoalan-persoalan belajar
dan mengajar, guru pula yang mengetahui kesulitan-kesuliatan siswa terhadap
pelajaran bahasa Indonesia dan bagaimana cara memecahkannya.
5. Memperkenalkan
Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga pernyataan sederhana ini berbicara banya tentang
perlunya metode belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat, dan
pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang
saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahun dan keterampilan.
Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. (Silberman, 2004:15).
Ada sejumlah alasan
mengapa sebagian besar orang cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar.
Salah satu alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat kecepatan
bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran siswa.
Pada umumnya guru berbicara dengan
kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat
ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga bergantung pada cara
mereka mendengarkannya. Jika siswa benar-benar berkonsentrasi, mereka akan
dapat mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kata per
menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena siswa juga
berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang
bicaranya nyerocos. Besar kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena,
sekalipun materinya menarik, berkonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan
perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu mendengarkan (tanpa
memikirkan) dengan kecepatan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan
dalam waktu berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat, siswa
cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana.
Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan
bahwa dalam suatu perkualiahan bergaya-ceramah, mahasiswa kurang menaruh
perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah (Pollio,1984) (dalam Sileberman,
2004:16. Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam sepuluh menit pertama
kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka hanya dapat mengingat
20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986) (dalam Silberman, 2004:16). Tidak
heran bila mahasiswa dalam kualia psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah
hanya mengetahui 8% lebih banyak dari kelompok pembanding yang sama sekali
belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk., 1989) (dalam Silberman,
2004:16). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara
seperti itu di perguruan tinggi.
Dua figur terkenal dalam gerakan
kooperatif, David dan Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa
persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan (Johnson, Johnson
& Smith, 1991; dalam Silberman, 2004:17).
a.
Perhatian mahasiswa menurun
seiring berlalunya waktu.
b.
Cara kuliah macam ini hanya
menarik bagi peserta didik auditori.
c.
Cara ini cenderung
mengakibatkan kurangnya proses belajar mengajar tentang informasi faktual.
d.
Cara ini mengasumsikan bahwa
mahasiswa memerlukan informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang sama
dengan langkah penyampaian yang sama pula.
e.
Mahasiswa cenderung tidak
menyukainya.
Dengan menambahkan media visual pada
pemberian pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (Pike,
1989) (dalam Silberman, 2004:17). Penelitian juga menunjukkan adanya
peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam mengajarkan
kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan untuk menyajikan sebuah
konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika media visual digunakan untuk
mendukung presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki ribuan
kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja.
Ketika pengajaran memiliki dimensi
auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua
sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti.
Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan
menggunakan keduanya, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi
kebutuhan dari beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya
dengan mendengarkan atau melihat sesuatu.
6. Bagaimanakah
Otak Bekerja
Otak kita tidak bekerja seperti
piranti audio atau video tape recorder. Informasi yang masuk akan secara
kontinyu dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Pernahkan saya
mendengar atu melihat informasi ini sebelumnya?
Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa
yang bisa saya lakukan terhadapnya?
Dapatkah saya asumsikan bahwa ini
merupakan gagasan yang sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau
tahun lalu?
Otak
tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah. Untuk mengolah informsi secara
efektif, ia akan terbantu dengan melakukan perenungan semacam itu secara
eksternal juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar yang
lebih baik jika kita membahas informasi dengan orang lain dan jika kita diminta
mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss
(1987) (dalam Silberman, 2004:18) meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman
sebangkunya tentang apa yang dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang
disediakan selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan dengan siswa dalam kelas
pembanding yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai
dengan selisih dua angka lebih tinggi.
Akan lebih baik lagi jika kita dapat
melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan demikian kita bisa
mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman kita. Menurut John Holt
(1967) (dalam Silbermanb, 2004:19), proses belajar akan meningkat jika siswa
dinima untuk melakukan berikut ini.
a.
Mengemukakan kembali informasi
dengan kata-kata mereka sindiri.
b.
Memberikan contohnya.
c.
Mengenalinya dalam
bermacam-macam bentuk dan situasi.
d.
Melihat kaitan antara informasi
itu dengan fakta atau gagasan lain.
e.
Menggunakannya dengan beragam
cara.
f.
Memprekdisikan sejumlah
konsekuensinya.
g.
Menyebutkan lawan atau
kebalikannya.
Dalam banyak hal, otak tidak begitu
berbeda dengan sebuah computer, dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer
terntunya perlu di-“on“-kan untuk bisa
digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif,
otak kita tidak “on”. Sebuah computer
membutuhkan software yang tepat untuk
menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara
apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan
kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.
Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini
dengan software pikiran kita.
Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi yang dia olah
bila tidak terlebih dahulu “disimpan”. Otak kita perlu menguji informasi,
mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain untuk dapat menyimpannya
dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak
menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya.
Apa yang terjadi ketika guru
menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri (betapapun meyakinkan dan
tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering menggunakan
penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang disertai ungkapan, “begini lho
caranya”? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan
keterampilan dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan
mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan menimbulkan kesan
langsung di otak, namun tanpa memori fotografis, siswa tidak akan mendapatkan
banyak hal baik dalam waktu lama maupun sebentar.
Tentu saja, proses belajar
sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat
akan hilang dalam beberapa jam. Memperlajari bukanlah menelan semuanya. Untuk
mengingat apa yang telah diajarkan, siswa harus mengolahnya atau memahaminya.
Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak
para siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana.
Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan
barangkali bahkan mengajarkannya kepada siswa yang lain, proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi.
Lebih lanjut, belajar bukanlah
kegiatan sekali tembak. Proses belajar berlangsung secara bergelombang. Belajar
memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa
memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan
sekedar pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran Bahasa Indonesia
bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui buku-buku latihan, dan dengan
mempraktekan dalam kegiatan sehari-hari. Masing-masing cara dalam menyajikan
konsep akan menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah
bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia
akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya
pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahun, tanpa mengajukan
pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang
akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan
sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi
untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas.
7. Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari
bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar
dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya,
mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka
menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan
jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan
peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan
apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan
kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin
banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan.
Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam
kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama
pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan
mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida
karuan.
Tentu saja, hanya ada sedikit siswa
yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) (dalam Silberman,
2004:22) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat
belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegiatan belajar yang
berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya
sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga
mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan
dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan cara yang mereka sukai. Guna memenuhi
kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi.
Kalangan pendidikan juga mencermati
adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan
koleganya (1993) (dalam Silberman, 2004:22) telah menerapkan indikator tipe
Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrumen
yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi
perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen
dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis
terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa
lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari
konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain
MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih
suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif
abstrak, dengan rasio lima
banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar
aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus
menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan
debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi,
dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa
beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”
Temuan-temuan ini dapat dianggap
tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern.
Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan
cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak
merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang
nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu
dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.
8. Sisi
Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini menghadapi
dunia di mana terdapat pengetahun yang luas, perubahan pesat, dan
ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif.
Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan
kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong
kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki
keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum
bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali
hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkah-langkah kecil, menurut
Maslow, dan “tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang
mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah
yang belum diketahui” (Maslow, 1968) (dalam Silberman, 2004:24).
Salah satu cara utama untuk mendapatkan
rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari
kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi
tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka
mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka
melampaui ambang pengetahun dan keterampilan mereka yang sekarang.
Jerome Bruner membahas sisi sosial
proses belajar dama buku klasiknya, Toward
a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang “kebutuhan mendalam
manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna
mencapai tujuan,” yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa
resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai
berikut, “Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas
diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses
yang membawa individu ke dalam pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan
kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966) (dalam
Silberman, 2004:24).
Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner
mengurusi perkembangan metode belajar kolaboratif yng sedemikian popular dalam
lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi
mereka tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya
merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka
menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka
mengerjakannya bersama teman-teman. Begitu terlibat, mereka juga langsung
memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang
mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut.
Kegiatan belajar bersama dapat
membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang
dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan
siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya
memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun gambar
(jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa
akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama, namun juga mengajarkan
satu sama lain.
9. Pengajaran
Terarah
a. Uraian
Singkat
Dalam teknik ini, guru mengajukan
satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau mendapatkan
hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya menjadi sejumlah
kategori. Metode pengajaran terarah merupakan selingan yang mengasyikan di
sela-sela cara pengajaran biasa. Cara ini memungkinkan guru untuk mengetahui
apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa sebelu memaparkan apa yang
guru ajarkan. Metode ini sangat berguna dalam mengajarkan konsep-konsep
abstrak.
b. Prosedur
1)
Ajukan pertanyaan atau
serangkaian pertanyaan yang menjajaki pemikiran siswa dan pengetahuan yang
mereka miliki. Gunakan pertanyaan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban,
semisal “Bagaimana kamu menjelaskan seberapa cerdanya seseorang?”
2)
Berikan waktu yang cukup kepada
bagi siswa dalam pasangan atau kelompok untuk membahas jawaban mereka.
3)
Perintahkan siswa untuk kembali
ke tempat masing-masing dan catatlah pendapat mereka. Jika memungkinkan,
seleksi jawaban mereka menjadi beberapa kategori terpisah yang terkait dengan
kategori atau konsep yang berbeda semisal “kemampuan membuat mesin” pada
kategori kecerdasan kinestetika-tubuh.
4)
Sajikan poin-poin pembelajaran
utama yang ingin anda ajarkan. Perintahkan siswa untuk menjelaskan kesesuaian
jawaban mereka dengan poin-poin ini. Catatlah gagasan yang memberi informasi
tambahan bagi poin pembelajaran.
c.
Variasi
1)
Jangan memilah-milah jawaban
siswa menjadi daftar yang terpisah. Sebagai gantinya, buatlah satu daftar
panjang dan perintahkan mereka untuk mengkategorikan gagasan mereka terlebih
dahulu sebelum guru membandingkannya dengan konsep yang ada di pikiran anda.
2)
Mulailah pelajaran dengan tanpa
kategori yang sudah ada di benak guru. Cermati bagaimana siswa dan guru secara
bersama-sama bisa memilah-milah gagasan mereka menjadi kategori yang berguna.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) pengertian pembelajaran, (2) motivasi belajar
meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, (3) pengajaran terarah.
1.
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang
disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
melakukan kegiatan pada situasi tertentu.
2. Motivasi
Belajar
motivasi adalah suatu kondisi yang
mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
3. Motivasi
Instrinsik
Motivasi
instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya.
4. Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang timbbul dari luar individu yang berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai
nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
5. Pengajaran
Terarah
Suatu teknik pengajaran dimana guru
mengajukan satu atau beberapa pertanyaan untuk melacak pengetahuan siswa atau
mendapatkan hipotesis atau simpulan mereka dan kemudian memilah-milahnya
menjadi sejumlah kategori.
9. Rencana Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga siklus/putaran.Observasi
dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok
bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam
tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah
dilaksanakan.
10. Jadwal penelitian
a. Dilaksanakan mulai tgl 2 Agustus 2010
b. Penelitian dilakukan 3 siklus, putaran 1
tgl 1 September 2010, putaran 2
tgl 8 September 2010, putaran 3 tgl 15 September 2010 .
c.
Tempat penelitian di SD Negeri Jatiguwi 03.
d.
Prosedur penelitian ada 3 tahap
: persiapan-pelaksanaan-penyelesaian.
11. Rencana Anggaran
a.
Pengajuan proposal :
Rp. 50.000,00
b. Honor Pengamat 2 orang : Rp. 300.000,00
c. ATK penyusunan laporan : Rp. 200.000,00
d. Rental dan pengetikan : Rp. 250.000,00
e. Konsumsi dan akomodasi : Rp. 350.000,00
12. Personalia Penelitian
a.
Nama Lengkap : LILIS WINANIK,
S.Pd
b. NIP : 19630728 198703 2 002
c.
Pekerjaan :
Guru SD Negeri Jatiguwi 03
d. Waktu untuk
penelitian ini : 6
Jam/Minggu selama 2 bulan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar
Secara Manusiawi. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineksa
Cipta
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta.
Balai Pustaka.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Hadi,
Sutrisno. 1981. Metodogi Research.
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik,
Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung:Citra Aditya
Bakti.
Hasibuan.
J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar
Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hudoyo,
H. 1990. Strategi Belajar Mengajar
Matematika. Malang: IKIP Malang.
Kemmis,
S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action
Research Planner. Victoria
Dearcin University
Press.
Margono.
1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta.
Rineksa Cipta.
Mursell,
James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan).
Bandung: Jemmars.
Ngalim,
Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nur,
Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk
Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Poerwodarminto.
1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.
Rustiyah,
N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina
Aksara.
Sardiman,
A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Soekamto,
Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model
Pembelajaran. Jakarta:
PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.
Insan Cendekia.
Suryosubroto,
B. 1997. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Usman, Moh.
Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
CURRICULUM VITAE
N A M A : LILIS WINAN IK, S.Pd
N I P : 19630728 198703 2 002
TEMPAT/TGL LAHIR : Malang, 28
Juli 1963
ALAMAT : Desa Jatiguwi Kecamatan Sumberpucung
PEKERJAAN : Guru SD / PNS
Riwayat Pendidikan :
-
SD 6 tahun lulus tahun 1975 di SD Negeri
Jatiguwi
-
SMP 3 tahun lulus tahun 1979 Di SMPK
Sumberpucung
-
SPG 3 tahun lulus tahun 1982 Di Blitar
-
D3 IKIP PGRI Malang lulus tahun 1986
-
S1 berijasah tahun 2008di UNIDHA Malang
LAMPIRAN
Lampiran 1
LEMBAR PENGAMATANPENGELOLAAN
STRATEGI PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH
Nama Sekolah :
………………. Nama Guru : ………………...
Mata Pelajaran :
………………. Hari/tanggal : ………………...
Sub Konsep :
………………. Pukul : ………………...
Petunjuk
Berikan penilan anda dengan memberikan
tanda cek (√) pada kolom yang sesuai.
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
|||||
Ya
|
Tidak
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
I
|
Pelaksanaan
A. Pendahuluan
B. Kegiatan Inti
C. Penutup
|
|
|
|
|
|
|
II
|
Pengelolaan waktu
|
|
|
|
|
|
|
III
|
Antusiasme kelas
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan Jatiguwi, ……….2010
- Kurang baik Pengamat
- Cukup baik
- Baik
- Sangat baik (…………………………..)
Lampiran 2
LEMBAR
PENGAMATAN AKTIVITAS SISWA DAN GURU DALAM KBM
Nama Sekolah :
Tanggal
:
Kelas/semester : Waktu
:
Bahan Kajian :
Nama
Guru :
Petunjuk
Pengisian
Amatilah aktivitas gurudan siswa dalam kelompok
sampel selama kegiatan belajar berlangsung kemudian isilah lembar observasi
dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Pengamat dalam melakukan pengamatan duduk di tempat yang memungkinkan dapat
melihat semua aktivitas siswa yang diamati.
2.
Setiap 2 menit pengamat melakukan pengamatan aktivitas guru dan siswa yang
dominan, kemudian 1 menit pengamat menuliskan kode kategori pengamatan.
3.
Pengamatan ditujukan untuk kedua kelompok yang melakukan secara bergantian
setiap periode waktu tiga menit.
4.
Kode-kode kategori dituliskan secara berurutan sesuai dengan kejadian pada
baris dan kolom yang tersedia.
5.
Pengamatan dilakukan sejak guru memulai pelajaran dan dilakukan secara
serempak.
Aktivitas
guru
|
Aktivitas
siswa
|
1.
Menyampaikan
tujuan
2.
Memotivasi
siswa/merumusan masalah.
3.
Mengaitkan
dengan pelajaran sebelumnya.
4.
Menyampaikan
langkah-langkah/strategi
5.
Menjelaskan
materi yang sulit
6.
Memebimbing
menemukan konsep.
7.
Meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan.
8.
Memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab.
9.
Membimbing
siswa merangkum pelajaran.
|
1.
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru.
2.
Membaca
buku.
3.
Bekerja
dengan sesama anggota kelompok
4.
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru.
5.
Menyajikan
hasil pembelajaran
6.
Mengajukan/menanggapi
pertanyaan/ide.
7.
Menulis
yang relevan dengan KBM.
8.
Merangkum
pembelajaran.
9.
Mengerjakan
tes evaluasi.
|
|
Nama Guru:
|
|
|||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nama Murid:
|
|
Nama Murid:
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||
Nama Murid:
|
Nama Murid:
|
|||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||
Nama Murid:
|
Nama Murid:
|
|||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||
Nama Murid:
|
Nama Murid:
|
|||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jatiguwi, 2010
Pengamat
(…………………….)
Lampiran 3
Data Pengamatan Aktivitas
Guru dan Siswa Putaran I
No.
|
Nama (Guru-Siswa)
|
P
|
RP I (90 menit)
|
Jml
|
||||||||
Nama Guru
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|||
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
2
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
3
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
4
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
5
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
6
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
7
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
8
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Jumlah
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase rata-rata
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
Rata-rata (x)
Prosentase rata-rata (%)
Lampiran 4
Data Pengamatan Aktivitas Guru dan Siswa Putaran II
No.
|
Nama (Guru-Siswa)
|
P
|
RP I (90 menit)
|
Jml
|
||||||||
Nama Guru
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|||
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
2
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
3
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
4
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
5
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
6
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
7
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
8
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Jumlah
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase rata-rata
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
Rata-rata (x)
Prosentase rata-rata (%)
Lampiran 5
Data Pengamatan Aktivitas Guru dan Siswa Putaran III
No.
|
Nama (Guru-Siswa)
|
P
|
RP I (90 menit)
|
Jml
|
||||||||
Nama Guru
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
|||
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
2
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
3
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
4
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
5
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
6
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
7
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
8
|
Nama Siswa
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Jumlah
|
P1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
P2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
Rata-rata
|
X
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Prosentase rata-rata
|
%
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
Rata-rata (x)
Prosentase rata-rata (%)
Lampiran 6
Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
No
|
Nama
|
Skor
|
Keterangan
|
|
T
|
TT
|
|||
1
|
Bagus Adi saputra
|
|
|
|
2
|
M Arif yulianto
|
|
|
|
3
|
Reky Fitriani
|
|
|
|
4
|
Arry Dimas
|
|
|
|
5
|
Dimas Ikhlasul
|
|
|
|
6
|
Dania Putri
|
|
|
|
7
|
Dani Pamungkas
|
|
|
|
8
|
Febrianti
QAlmahera
|
|
|
|
9
|
Farah Rosa
|
|
|
|
10
|
Gigin ferdika
|
|
|
|
11
|
Intan Maharani
|
|
|
|
12
|
Monalisa
Desideria
|
|
|
|
13
|
Novia Ayu
|
|
|
|
14
|
Putri eleydia
|
|
|
|
15
|
Parahita Parma
|
|
|
|
16
|
Reno Bai
Kurniawan
|
|
|
|
17
|
Shella Novita
|
|
|
|
18
|
Sabella M
|
|
|
|
19
|
Yessy Sendi
|
|
|
|
20
|
Reno Nopiansah
|
|
|
|
21
|
Ivan Ariadika
|
|
|
|
22
|
Desi Laily
|
|
|
|
23
|
I Putu Kevin
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
Keterangan:
T :
TT :
Jumlah siswa yang tuntas :
Jumlah siswa yang belum tuntas :
Skor maksimal ideal :
Skor tercapai :
Rata-rata skor tercapai :
Persentase ketuntasan :
Klasikal :
Lampiran 7
Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No
|
Nama
|
Skor
|
Keterangan
|
|
T
|
TT
|
|||
1
|
Bagus Adi saputra
|
|
|
|
2
|
M Arif yulianto
|
|
|
|
3
|
Reky Fitriani
|
|
|
|
4
|
Arry Dimas
|
|
|
|
5
|
Dimas Ikhlasul
|
|
|
|
6
|
Dania Putri
|
|
|
|
7
|
Dani Pamungkas
|
|
|
|
8
|
Febrianti
QAlmahera
|
|
|
|
9
|
Farah Rosa
|
|
|
|
10
|
Gigin ferdika
|
|
|
|
11
|
Intan Maharani
|
|
|
|
12
|
Monalisa
Desideria
|
|
|
|
13
|
Novia Ayu
|
|
|
|
14
|
Putri eleydia
|
|
|
|
15
|
Parahita Parma
|
|
|
|
16
|
Reno Bai
Kurniawan
|
|
|
|
17
|
Shella Novita
|
|
|
|
18
|
Sabella M
|
|
|
|
19
|
Yessy Sendi
|
|
|
|
20
|
Reno Nopiansah
|
|
|
|
21
|
Ivan Ariadika
|
|
|
|
22
|
Desi Laily
|
|
|
|
23
|
I Putu Kevin
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
Keterangan:
T :
TT :
Jumlah siswa yang tuntas :
Jumlah siswa yang belum tuntas :
Skor maksimal ideal :
Skor tercapai :
Rata-rata skor tercapai :
Persentase ketuntasan :
Klasikal :
Lampiran 8
Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No
|
Nama
|
Skor
|
Keterangan
|
|
T
|
TT
|
|||
1
|
Bagus Adi saputra
|
|
|
|
2
|
M Arif yulianto
|
|
|
|
3
|
Reky Fitriani
|
|
|
|
4
|
Arry Dimas
|
|
|
|
5
|
Dimas Ikhlasul
|
|
|
|
6
|
Dania Putri
|
|
|
|
7
|
Dani Pamungkas
|
|
|
|
8
|
Febrianti
QAlmahera
|
|
|
|
9
|
Farah Rosa
|
|
|
|
10
|
Gigin ferdika
|
|
|
|
11
|
Intan Maharani
|
|
|
|
12
|
Monalisa
Desideria
|
|
|
|
13
|
Novia Ayu
|
|
|
|
14
|
Putri eleydia
|
|
|
|
15
|
Parahita Parma
|
|
|
|
16
|
Reno Bai
Kurniawan
|
|
|
|
17
|
Shella Novita
|
|
|
|
18
|
Sabella M
|
|
|
|
19
|
Yessy Sendi
|
|
|
|
20
|
Reno Nopiansah
|
|
|
|
21
|
Ivan Ariadika
|
|
|
|
22
|
Desi Laily
|
|
|
|
23
|
I Putu Kevin
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
Keterangan:
T :
TT :
Jumlah siswa yang tuntas :
Jumlah siswa yang belum tuntas :
Skor maksimal ideal :
Rata-rata skor tercapai :
Persentase ketuntasan :
PEMERINTAH KABUPATEN
MALANG
UPTD TK SD DAN PLS DINAS
PENDIDIKAN
SD NEGERI
JATIGUWI 03
KECAMATAN SUMBERPUCUNG
SURAT KETERANGAN
No. 800/ /421.101.405.13/2010
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : EDY MUNASIB, S.Pd
NIP : 19560613 197907 1 001
Pangkat/Golongan Ruang : Pembina / IVa
Jabatan : Kepala Sekolah
Nama dan Alamat
Sekolah : SDN Jatiguwi 03 Kecamatan Sumberpucung
Kebupaten
Malang
Memberikan
persetujuan kepada :
Nama : LILIS WINANIK, S.Pd
NIP : 19630728 198703 2 002
Pangkat/Golongan Ruang : Penata Muda TK I / IIId
Jabatan : Guru Kelas VI
Nama dan Alamat
Sekolah : SDN Jatiguwi 03 Kecamatan Sumberpucung
Kabupaten
Malang
Untuk melakukan penelitian tindakan kelas
dengan judul ”Meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar matematika denganmenerapkan metode pemberian balikan pada siswa kelas
VI SD Negeri Jatiguwi 02 tahun pelajaran 2010 / 2011”
Sebagai usaha untuk meningkatkan
pengembangan profesi guru dalam jabatannya.
Jatiguwi, 18 Agustus 2010 Menyetujui
Pustakawan Kepala Sekolah
NINIK AYUNDARI, S.Pd
EDY MUNASIB,S.Pd
NIP. 19691105
200801 2 017
NIP.
19600916 198112 2
003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar