Jumat, 16 November 2012

 CARA MUDAH MENGHAFAL DALAM PELAJARAN IPS

1. PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang wajib dibelajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Konsentrasi tingkat kerumitan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada. Menurut kaedah pendidikan Ilmu Sosial, pola pembelajaran dapat dimulai dari
  1. Fakta
Dimana fakta dapat ditangkap oleh beberapa panca indra siswa yang bersentuhan langsung dengan kejadian, gejala, benda dan hal lain yang bersifat nyata.
  1. Konsep.
Proses membandingkan, mengurutan dan mengelompokan, berdasarkan sifat, bentuk nyata suatu obyek.
  1. Generalisasi.
Setelah terjadi proses membandingkan, mengurutkan dan mengumpulkan maka siswa melalui tahapan menarik kesimpulan dari konsep siswa yang sudah terbentuk
Keluhan guru pada jenjang pendidikan sekolah dasar terutama pada pembelajaran materi yang memiliki banyak hafalan. Seperti menghafal tahun suatu peristiwa bersejarah, menghafal nama tempat-tempat penting, menghafal nama tokoh-tokoh penting dan menghafal lokasi suatu tempat di peta. Apakah hal-hal tersebut untuk mengingatnya harus dengan cara menghafal ?
Melihat kaedah di atas, sesungguhnya guru dalam membelajarkan siswa dalam berbagai jenjang dapat menghindari hal yang bersifat menghafal. Guru sekolah dasar dalam kegiatan pembelajaran sedapat mungkin mengkemas pola pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran yang beragam dan kreatif. Media pembelajaran yang kreatif yang dilengkapi dengan sentuhan metode dan tehnik pembelajaran yang inovatif akan dapat membawa siswa keluar dari permasalahan banyaknya hafalan pada jenjang pendidikan sekolah dasar.
2. MENGHAFAL DENGAN TIDAK MENGHAFAL

Beberapa siswa mungkin akan senang dengan menghafal. Tetapi tidak demikian halnya dengan siswa yang lain. Kadang-kadang siswa akan mengucapkan istilah, nama, tempat, waktu dan peristiwa secara berulang-ualng supaya hafal. Akan tetapi menghafal adalah pembelajaran yang miskin pemaknaan. Dengan menghafal siswa akan ingat suatu hal akan tetapi tidak mengerti dengan hal tersebut. Menghafal dengan cara demikian akan mudah dilupakan.
Pembelajaran bermakna adalah solusi tepat mengatasi kebiasaan kita menyuruh siswa menghafal. Pembelajaran bermakna yang bernuansa CTL akan membawa siswa mengembara ke situasi nyata walaupun dengan teknik verbal sekalipun. Guru dapat mulai membelajarkan IPS dengan fakta, konsep dan generalisasi yang disajikan dengan utuh tidak sepotong potong. Sesudah mereka menyimak suatu uraian peristiwa atau deskripsi suatu benda secara lengkap selanjutnya kita mulai menyasar pada hal pokok yang kita ajarkan melalui kegitan alternatif berikut ;
1. Untuk menghafal nama tempat, waktu dan tokoh yang terdapat dalam suatu peristiwa dalam pembelajaran sejarah, kita harus menceritakan suatu kejadian secara lengkap tentang suatu peristiwa. Kemudia kita menugaskan siswa untuk mendengarkan, menyimak secara lengkap kemudian menuliskannya kembali sehingga menjadi suatu ringkasan. Di saat yang lain kita dapat bertanya jawab tentang peristiwa tersebut dengan pertanyaan yang menekankan pada peristiwa bukan pada waktu, tempat maupun tokoh. Demikian juga saat memberikan evaluasi hendaknya kita memperhatikan soal yang menekankan pada peristiwa bukan kepada waktu, tempat dan tokoh. Contoh pertanyaannya ,” Apakah yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta ? Raja Jaya Katwang adalah Raja Kediri yang berhasil mengusir utusan tentara Monggolia dengan cara....
2. Untuk menghafal nama tempat, tahun, tokoh dan peristiwanya dapat digabungkan membelajarkan siswa dengan peta buta. Dimana Siswa ditugaskan menuliskan pada fotokopi peta buta tentang nama tokoh, tempat, tahun dan peristiwa dengan sedikit tulisan. Yang selanjutnya disertai dengan tanya jawab yang mengetengahkan uraian pertanyaan yang menekankan pada peristiwa.
3. Cara lain yang lebih populer adalah dengan membuat peta konsep, silsilah dan urutan waktu suatu peristiwa.
4. Demikian juga siswa dapat ditugaskan menggambar peta pada buku gambar yang berisi nama kota dan daerah yang hendak dihafalkan.
5. Apabila tersedia kita dapat memutarkan vidio dokumenter tentang suatu peristiwa sebagai media yang lengkap menyajikan suara narator dan gambar objyek bergerak yang bernuansa tematik.
6. Mendemonstrasikan suatu peristiwa secara sederhana dimana siswa sendiri sebagai pemerannya.
Beberapa tehnik tersebut akan membawa dampak pembelajaran yang bermakna sehingga siswa akan terbawa secara emosional untuk larut dalam suasana peristiwa yang terjadi. Sehingga walaupun tidak disuruh mengingat siswa akan dengan sendirinya ingat. Dengan catatan faktor kecerdasan kelas yang dibelajarkan adalah berkatagori kurve normal. Artinya tidak terdapat siswa yang memiliki keterbelakangan ekstrim atau jauh di bawah rata-rata temannya yang lain.
3. KESIMPULAN

Pembelajaran IPS sering dipandang sulit bagi yang masih mengandalkan tehnik pembelajaran menghafal konvensional. Menghafal kadang kadang tidak disenangi oleh beberapa siswa. Sebenarnya dalam pembelajaran IPS siswa tidak perlu menghafal tempat, nama, waktu dan peristiwa.
Pembelajaran dengan cara menghafal yang membosankan beberapa siswa dapat disiasati dengan tehnik pembelajaran bermakna. Dimana beberapa tehnik sesungguhnya telah banyak dilakukan oleh guru seperti penugasan menceritakan suatu peristiwa, menggambar peta suatu peristiwa, menulis urutan kejadian, menulis peta konsep , menonton dan mendemonstrasikan suatu peristiwa.
Tehnik demikian akan mengakibatkan keterlibatan siswa yang sangat besar dimana interaksi dengan media, suasana dan siswa lain. Daya ingat siswa yang terbatas akan semakin kecil dengan hanya dijejali dengan hafalan yang tidak bermakna. Akan tetapi memori mereka akan berkembang seiring berkembangnya daya imajinasi yang berakibat daya ingat yang kuat tentang sustu hal. Dengan demikian pembelajaran IPS terpadu bukan merupakan hal yang sulit akan tetapi sebaliknya adalah sesuatu yang menyenangkan.

SK Kenaikan Kelas

SURAT KEPUTUSAN KEPALA SD NEGERIJATIGUWI 02
Nomor :..........................................................
TENTANG
KRITERIA KENAIKAN KELAS
BAGI SISWA KELAS SD NEGERI JATIGUWI 02
TAHUN PELAJARAN2012/2013
KEPALA SD NEGERI JATIGUWI 02
Menimbang
:
Bahwa guna memberikan kepastian hukum kepada siswa untuk dinyatakan naik/tidak naik dipandang perlu adanya Kriteria Kenaikan Kelas bagi siswa SD Negeri JATIGUWI 02 Tahun Pelajaran2012/2013
Mengingat
:
1.
Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
2.
Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 no. 60 tambahan Lembaran Negara no. 3839),
3.
Peraturan Pemerintah Nomor : 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
5.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
6.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
7.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Memperhatikan
:
Rapat Dinas SD NegeriJATIGUWI 02
                            :   
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
Rapat Dinas SD Negeri Jatiguwi 02
Pertama
:
Siswa SD NegeriJatiguwi 02 Tahun Pelajaran 2012/2013 dinyatakan naik kelas apabila yang bersangkutan dapat memenuhi kriteria kenaikan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Keputusan ini.
Kedua
:
Kriteria kenaikan ini bersifat mengikat bagi seluruh peserta didik di SD Negeri Jatiguwi 02
Ketiga
:
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini akan dibetulkan sebagaimana mestinya
Menyetujui
Ketua Komite Sekolah
SUYONO
Ditetapkan di :Jatiguwi
Pada Tanggal :17 Juli 2012
Kepala Sekolah
EDY MUNASIB, S.Pd
NIP195603131979071001
,

Lampiran:
Surat Keputusan Kepala SDN Jatiguwi 02
Nomor : .....................
Tanggal : 7 Juli 2012
KRITERIA KENAIKAN KELAS
BAGI SISWA SD NEGERI JATIGUWI 02
TAHUN PELAJARAN2012/2013
Siswa SD Negeri ...dinyatakan naik apabila yang bersangkutan memenuhi kriteria kenaikan yang meliputi aspek akademis dan non akademis.
A.
ASPEK AKADEMIS
1.
Peserta didik dinyatakan naik kelas bila telah mencapai kriteria ketuntasan minimal (≥ KKM)
2.
Jumlah mata pelajaran yang belum tuntas tidak boleh lebih dari 25% dari jumlah mata pelajaran yang diajarkan di kelasnya masing-masing.
3.
Menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua semester pada kelas yang diikuti.
A.
ASPEK AKADEMIS
1.
Nilai kelakuan sekurang-kurangnya B
2.
Nilai kerajinan sekurang-kurangnya B
3.
Nilai kerapian sekurang-kurangnya B
4.
Ketidakhadiran tanpa izin (alpa) maksimal 5% dari jumlah hari efektif
Menyetujui
Ketua Komite Sekolah
SUYONO
Ditetapkan di :Jatiguwi
Pada Tanggal :17 Juli 2012
Kepala Sekolah
EDY MUNASIB, S.Pd
NIP195603131979071001

Jumat, 02 November 2012




                              Teaching is not a lost art, but the regard for it is a lost tradition.
                                                 Then be a profesional teacher                                              
  Mau tidak mau, siap atau tidak siap, suka atau tidak suka
Bahwa profesi kita adalah guru
Yang akan berpengaruh bagi siapa yang terpengaruh oleh kita
Dan setiap  murid yang akan terpengaruh
Dengan kuatnya suatu pengaruh
Karena setiap apa yang kita lihat, dengar, rasakan, ucapkan, lakukan dsb
Adalah sugesti bagi kita dan orang lain
             Pernahkah kita bertanya tentang siapa sebenarnya diri kita dan profesi kita? lalu siapa pula mereka yang menjadi lawan interaksi kita?. Perlu kita ketahui Masyarakat India sudah memasuki tahap perkembangan masa keemasannya begitu juga china pada hal dulunya negara  mereka sama dengan negara kita, terjajah, terpuruk, tertindas namun sekarang mereka dapat dikatakan stabil dari segala sudut pandang, dibandingkan kita. 
             Dalam hal, saya bukan hendak membandingkan satu dengan yang lainnya, namun merupakan  contoh bagi kita atas keberhasilan mereka. 
             Dalam kesempatan ini saya hanya ingin mengemukakan pendapat tentang ketertinggalan kita dalam dunia pendidikan khususnya. Menurut hemat penulis permasalahan yang terjadi itu tentunya tak terlepas dari pengaruh pertimbangan-pertimbangan sosial, politik, ekonomi dan budaya sehingga kepentingan siswa sering terlupakan, bukan begitu ?, dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru yang mengakar yaitu :
· Banyaknya guru yang belum siap menjadi guru
· Banyaknya orang tua yang belum siap menjadi orang tua
· Banyaknya sendi-sendi kekuatan negara ini yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
              Dari sabang sampai merauke. Cukup  luas negri ini, namun satu pertanyaan besar yang belum berani utuk dijawab secara gamblang yaitu, “ virus apa yang merasuk genarasi kita saat ini ?, Perzinahan meraja lela, Pembunuhan dimana-mana, Perjudian jadi mata pencarian, Kerusuhan antar sesama sering terjadi, Minuman keras, narkoba menjadi tempat pelarian masalah, Perdukunan, meramal nasib, korupsi menjadi budaya dan lain sebaginya, bahkan yang paling mengenaskan adalah anak-anak didik kita atau buah hati kita pada kehilangan etik/ sopan santun baik pergaulan mereka dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pertanyaan yang mendasar dari beragam permasalahan ini adalah Ada apa dengan sistem pendidikan di negri ini ?, sehingga tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi, barang kali peran kerjasama kita dalam mempertahankan kemerdekaan tak lagi utuh dalam persatuan dan kesatuan serumpun visi perjuangan.
               Mengapa para pendidik atau para orang tua yang disalahkan ?, karena pada dasarnya anak-anak kita lebih dekat kepada keluarga dirumah maupun disekolah, dimana peran kita sebagai pengajar dan pendidik jarang bertanya kepada diri kita. Mengapa bisa demikian ?, apakah karena salah dalam metode saat mengajar dan mendidik mereka ?, atau kita para guru dan orang tua memang tidak faham akan tahap perkembangan anak ?, sehingga salah dalam penerapan ilmu, yang seharusnya diterima sianak pada masanya, namun karena ketidakfahaman dalam mentransfer dan menanamkan nilai-nilai pembentuk karakter  membuat anak bingung bahkan  bosan atas cara mengajar dan didikan kita ?
             Suatu hari saya disebuah seminar, ketika itu saya yang menjadi  peserta . Seorang guru bertanya, “Mengapa pendidikan dikebanyakan wilayah di Indonesia belum bisa stabil, seperti yang diharapkan khususnya di tanah Merauke ?. nara sumber  menjawab, bedasarkan survei  mengapa hal itu terjadi  karena disebabkan dua faktor terdekat yaitu.?
· 95%  para guru dan orang tua atau elit pendidikan belum profesional
· Ternyata sekitar 95 % sekolah-sekolah yang ada tidak memiliki  ketegasan peraturan dalam managemennya
Sahabat guru Indonesia, terlihat oleh kita bahwa nomor satu yang menjadi permasalahan dan harus segera diatasi adalah para team pendidiknya yaitu guru dan orang tua dan yang kedua adalah ketegasan peraturan yang diantara keduanya memiliki kapasitas seimbang. Seandainya para guru maupun orang tua mampu untuk profesional dalam artian mereka sudah mengerti dan faham siapa mereka, apa profesi mereka dan mengenal betul siapa objek didik mereka, maka dapat dibuktikan bahwa setiap anak akan merasa puas dengan apa yang mereka terima dari para pendidik mereka sehingga rasa penasaran tentang sesuatu hal yang selama ini menjadi pertanyaan mereka, akan terjawab.
          Dari paparan permasalahan diatas dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa negara kita sangat memerlukan para pendidik (guru) yang profesional begitu juga para oarang tua jauh hari sebelum melangkah kejenjang pernikahan telah memikirkan dan belajar  bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak, agar kelak anak-anak kita menjadi orang yang memiliki karakter terbaik demi terwujudnya negara yang adil dan makmur pada masa negri ini masih dalam tahap perkembangannya. Dan berikut ini saya mencoba memberikan beberapa kirteria guru yang profesional,
  1. Guru yang berniat ikhlas mengajar dan mendidik
Niat adalah penentu segala perbuatan yang akan dan yang telah kita lakukan, dan sesorang dari kita akan menadapat akibatnya menurut apa yang telah kita niatkan sebelumnya maka jadilah kita berjalan dimuka bumi hingga detik ini menurut niat kita sebelumnya. Menjadi guru adalah pekerjaan gampang-gampang susah, semua itu tentunya kembali kepada niat kita dalam memulai profesi menjadi guru.  Jangan pernah berniat hanya sekedar coba-coba untuk mejadi guru, karena guru yang mencoba-coba berdiri diantara dua pilihan yaitu berhasil atau tidak. Sehinngga yang akan dilakukan dari niat yang seperti ini adalah jika tidak berhasil mengakibatkan keluhan panjang dan jika berhasil mengakibatkan keangkuhan akhirnya segala sesuatu dinilai dari sudut pandang untung dan rugi. Sebaiknya jujurlah dalam bertindak dan memilih profesi yang benar-benar kita sukai sehingga menimbulkan kecintaan kita terhadap profesi itu dan menjadi guru adalah tugas yang mulia dan terpuji merupakan salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan kepada manusia, yaitu belajar dan mengajarkan. Jadi guru yang ikhlas dalam mengajar dan mendidik tidak mempermasalahkan suatu keadaan, baik itu dari sisiwanya maupun tempat dan peralatan yang akan digunakan dalam mengajar, sebab guru yang ihklas adalah guru yang benar-benar menginginkan peserta didikanya sukses meraih cita-cita dikemudian hari kelak sehingga dalam mengajar dan mendidik menggunakan bermacam cara untuk mentransfer ilmu yang bermanfaat bagi peserta didiknya.

2.Guru yang  mengenal dirinya, profesinya, dan mengenal peserta didiknya

Mungkin sedikit aneh ketika seorang guru belum mengenal siapa dirinya, apa profesinya bahkan siapa peserta didiknya sehingga berakibat fatal bagi karirnya maupun peserta didiknya. Menjadi guru profesional adalah pilihan bijak dan guru yang profesional menampilkan kesan guruku idolaku artinya guru yang tak pernah lekang dari ingatan peserta didiknya, berbagai macam cara ia lakukan dalam mentrasnfer ilmu dan pembentukan karakter peserta didiknya melalui mata pelajaran yang disampaikan yang sesuai dengan kurikulum, tahap perekembangan anak, kecerdasan anak dan cara belajar anak.

3.Guru yang disiplin dan bertanggung jawab

Sudah seyogiayanya kedisiplinan itu pangkal dari segala perbuatan manusia yang profesional dibidangnya. Seorang guru yang disiplin akan memepersiapkan segala sesuatu untuk menjalankan visi misinya sebagai pendidik dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya dalam mengendalikan peserta didiknya pada saat proses pembelajaran, tentunya akan membekas dijiwa anak atas apa yang telah diterapkan dan diajarkan. Guru adalah cermin yang utama bagi peserta didiknya, panutan terbaik bagi mereka. Guru adalah contoh bagi siswanya mulai dari ucapan, perbuatan dan lain sebaginya. Untuk itu guru sosok yang menjadi panutan peserta didiknya harus lebih utama membudayakan kedisiplinan baik bagi dirinya dan profesinya maupun penerapan bagi peserta didiknya. Begitu juga tanggung jawabnya terhadap peserta didiknya atas apa yang telah dicontohkan atau ditanamkan terhadap perkembangan pengetahuan anak yang terlihat dari sikap, tingkah laku serta pola pikir anak baik didalam lingkungan sekolah maupun keluarga dan masyarakat. Guru berperan aktif dalam tanggung jawab membesarkan jiwa peserta didiknya menuju tahap kesempurnaan berpikir dalam tahap perkembangannya.

4.Guru yang bijaksana dalam bertindak

Dalam setiap situasi guru yang profesional akan melakukan sesuatu tindakan perbuatan lebih bijaksana baik pada saat memberi motivasi maupun hukuman pada peserta didiknya melakukan sesuatu yang berlebih dari standart peraturan yang telah disepakati bersama antara guru dan peserta didiknya

5. Guru yang kreatif, inovatif dan menyenangkan

Guru yang kreatif akan selalu menemukan cara terbaik dalam menyampaikan mata pelajaran  dan tentunya menggunakan inovasi terbaru sesuai dengan mata pelajaran dan keadaan yang berlaku saat itu baik dari situasi dan kondisi lingkungan setempat maupun dari latar belakang setiap peserta didiknya dalam proses belajar mengajar sedang akan berlangsung atau sedang berlangsung. Guru yang profesional faham dan mengerti trika apa yang akan digunakan ketika mengajar dan mendidik demi tersalurnya apa yang menjadi materi atau bahan ajar.

6.Guru yang selalu mendo’akan peserta didiknya

Guru adalah orang tua bagi peserta didiknya disekolah dan guru yang profesional tidak akan putus hubungan ketika sudah berakhirnya proses belajar mengajar. Guru yang profesionl akan selalu mendo’akan peserta didiknya sebab tugas yang diemban tidak hanya sebatas keberhasilan saat itu namun berkelanjutan sampai peserta didik sukses mencapai ciat-citanya.
             Menjadi guru adalah pekerjaan yang mulia jasa yang tak ternilai harganya kebanyakan dari kita para guru terkadang masih malu untuk mengakui bahwa dia adalah guru atau menjadi guru hanya setengah hati sekedar sampingan saja. Tentunya bukan seperti itu, sebab guru adalah modal utama sebuah negara menuju kesuksesan, maka jadilah guru yang profesional mencintai profseinya  dan menjadikan lahan ibadah baginya yang berisikan kebaikan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang banyak.






M

Kamis, 01 November 2012

"MENJADI GURU YANG GAUL?? .... WHY NOT ??
 Ditulis : NINIK AYUNDARI, S.Pd, S.Pd SD
   Guru SD Negeri Jatiguwi 02 Sumberpucung

          Sering kali hal  yang saya lakukan menjadi bahan gunjingan teman-teman guru yang bekerja satu sekolah.Mungkin mereka menganggap gaya yang saya lakukan terlalu "LEBAY " bagi mereka.
Tetapi itu merupakan sebuah motivasi tersendiri sebagai pembuktian bagi teman-teman guru agar berani mengadakan perubahan dari yang selama ini sebenarnya sudah harus berubah .
Jadi guru itu susah-susah gampang, kalau cuma untuk mentransfer ilmu mungkin mudah, tapi menjadikan mudah difahami materi yang disampaikan itu yang sulit, perlu berbagai macam metode mengajar dan penerapan yang pas untuk berbagai situasi.
Ada beberapa hal yang seharusnya perlu kita perhatikan 

1. Jaga penampilan
Penampilan merupakan kunci pertama dan penilaian pertama seseorang, jika pada awalnya penampilan guru kusut masai maka pada saat awal itu juga siswa kurang respek terhadap guru,bayangkan jika waktu pelajaran dimulai yang masuk ke kelas adalah guru yang berpenampilan acak-acakan bahkan (maaf) bau badan, maka sudah pasti siswa akan kehilangan selera belajar dan menyimak materi yang akan disampaikan guru tersebut pada menitpertama, meski ada pepatah mengatakan "don't judge a book by the cover", tapi penilaian pertama yang baik akan menumbuhkan ruh positif bagi siswa untuk mengikuti materi yang disampaikan oleh guru.
2. Siapkan lesson plan (rencana mengajar)
Mempersiapkan lesson plan bukan hanya berupa RPP dan rekan-rekannya berupa administretif yang sudah tentu merupakan hal wajib yang harus dimiliki guru, tapi juga persiapan berupa mental, menjaga kestabilan emosi meski banyak masalah menghadang agar ketika mengajar tidak memasukan emosi dalam atmosfer belajar dikelas. lesson plan yang matang akan sangat membantu dalam proses mengajar, termasuk mempersiapkan jawaban dari kemungkinan pertanyaan yang diajukan siswa, murid akan semakin "terpesona" jika guru mampu menjawab semua pertanyaan yang ajukan dan guru akan tetap menjadi seseorang yang seolah tau semua ilmu, jikapun ada pertanyaan yang tidak terjawab, menghindar dengan cara yang elegan atau meminta waktu lain waktu untuk menjawabnya tetapi tentu saja tetap dengan cara yang elegan.
3. Gunakan Bahasa yang difahami mereka (siswa)
Survey membuktikan siswa lebih antusias jika guru menggunakan bahasa yang biasa mereka gunakan, meski tetap pada koridor yang menempatkan guru pada posisi pemberi materi dan siswa sebagai penerima informasi. tidak ada salahnya sesekali menggunakan bahasa "gaul" yang sedang populer saat itu untuk masuk kedalam dunia siswa. hal ini akan membuat siswa merasa lebih dekat terhadap guru. coba bayangkan jika guru mengajar dengan bahasa yang biasa digunakan untuk berpidato,sudah tentu sebagian siswa akan tertidur dan sebagian lain akan melamun tidak jelas. dan pasti materi pelajaran tidak akan terserap dengan baik.
4. Buat situasi jokes yang fresh tidak garing
siswa akan berbetah-betah dikelas (meski pas bel istirahat atau pulang jauh lebih antusias) jika gurunya humoris, menyelipkan jokes segar pada materi yang disampaikan agar tidak monoton. yang pasti jangan mengulang-ulang jokes karena akan membuat siswa ilfill dan kehilangan suasana humorisnya.

5. Gunakan metode yang tepat dan berfariasi
setiap kelas punya karakteristik berbeda, maka gunakan metode mengajar yang berbeda pula, begitu pula pada setiap materi pelajaran. setiap materi akan berbeda metode yang digunakan sebagai contoh mengajar materi tentang peta akan berbeda metode dengan materi tentang peristiwa kemerdekaan RI. maka sangat dianjurkan seorang guru untuk terus berinovasi dalam metode mengajar.

Senin, 22 Oktober 2012


CARA MUDAH BELAJAR MEMBUAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS 

1. Pendahuluan
CARA MUDAH BELAJAR MEMBUAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS 
 – Paradigma tugas guru mulai berubah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan tugas guru sebagai pengajar. Hal itu berubah di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yakni tugas guru mendidik. Untuk melaksanakan tugas mendidik itu ditegaskan oleh Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa guru wajib memiliki empat kompetensi. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian.
Sebagai pendidik yang memiliki kompetensi profesional, guru membuktikannya dengan sertifikat. Sertifikat itu didapat melalui kegiatan sertifikasi guru. Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2006 tentang Sertifikasi Guru menyatakan bawa guru harus mengumpulkan dokumen untuk pengisi portofolio. Salah satu dari komponen portofolio itu adalah pengembangan profesi. Salah satu dari komponen pengembangan profesi itu adalah laporan penelitian tindakan kelas.
Berdasarkan hal itu, penelitian tindakan kelas (PTK) menjadi penting bagi guru. Ada semacam kemutlakan bahwa guru harus melakukan kegiatan ini. Bahan sederhana ini merupakan sumbangan kepada sejawat guru untuk melakukan PTK. Panduan sederhana bagi guru untuk dapat melakukan penelitian tindakan kelas. Dengan  membaca bahan ini, kesulitan-kesulitan yang selama ini dialami guru ketika melakukan PTK, mudah-mudahan teratasi.
Bahan sajian ini ditulis dalam dua bagian atau dua garis besar isi. Bagian pertama membahas konsep-konsep dasar penelitian tindakan kelas. Bagian ini dimaksudkan untuk mengantarkan pembaca ke tingkat pemahaman konsep menuju penerapan atau aplikasi. Konsep-konsep disajikan secara sederhana, secara lugas, dan diiringi dengan contoh-contoh kongkret. Dengan penyajian dan contoh itu memungkinkan guru dapat memahami konsep dengan mudah. Selain itu, bagian ini juga disajikan secara bervariasi dan menghimpun sejumlah pendapat pakar tentang konsep penelitian tindakan kelas. Pendapat-pendapat itu ditampilkan untuk meletakkan pemahaman dasar tentang konsep penelitian tindakan kelas. Dengan demikian pembaca akan dapat membuat konklusi dari  sajian ini.
Bagian kedua adalah bagian penerapan. Bagian ini membukakan jalan bagi sejawat guru untuk melangkah menuju kegiatan PTK. Kegiatan diawali dengan menyusun perencanaan atau proposal penelitian tindakan kelas. Dari mana dan bagaimana memulai kegiatan penelitian tindakan kelas, dijelaskan pada bagian ini. Selanjutnya dijelaskan dalam bentuk pelatihan-pelatihan praktis secara bertahap dan berkesinambungan. Guru dipandu melangkah secara bertahap, selangkah demi selangkah, hingga sampai ke pelaksanaan tindakan dan penyusunan laporan.
Dengan dua garis besar sajian ini, diharapkan guru bukan saja memahami konsep dan teknik penelitian tindakan kelas, tetapi lebih dari itu, yakni guru akrab dan terbiasa melakukan kegiatan ini. Tentu saja hal ini kembali berpulang kepada sejawat guru dalam aplikasinya.
Ada tujuh tujuan yang ingin dicapai dengan sajian ini. Ketujuh tujuan itu adalah agar peserta kegiatan ini mampu: (1) menjelaskan konsep dasar dan pengertian penelitian tindakan kelas;  (2) mengungkapkan karakteristik penelitian tindakan kelas; (3) menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas; (4) mengungkapkan tujuan dan manfaat penelitian tindakan kelas; (5) mendeskripsikan prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas; (6) mengidentifikasi masalah yang dapat diteliti; dan (7) menyusun rencana (proposal) penelitian tindakan kelas.

2. Uraian Materi
2.1 Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu suatu upaya dari pihak terkait, khususnya guru sebagai pengajar, untuk meningkatkan atau memperbaiki proses belajar mengajar ke arah tercapainya tujuan pendidikan atau pengajaran itu sendiri. Masalah penelitiannya bersumber dari lingkungan kelas yang dirasakan sendiri oleh guru untuk diperbaiki, dievaluasi dan akhirnya dibuat suatu keputusan sebagai solusi dan dilaksanakan suatu tindakan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran tersebut (Indrawati, dkk. 2001:10).
Pada dasarnya, guru telah melaksanakan penelitian ini. Guru yang piawai, senantiasa melakukan perbaikan terhadap pembelajaran yang dilakukannya. Jika hari ini guru kurang puas dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dia berusaha memperbaikinya untuk besok, dan begitu seterusnya. Ketidakpuasan guru dalam proses pembelajaran adalah mencirikan adanya masalah. Masalah tersebut muncul dari lingkungan kelas. Hal itu dirasakan sendiri oleh guru untuk diperbaiki.  Dengan kegiatan itu, pada hakikatnya, guru telah melakukan penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas adalah salah satu usaha untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan.
Dengan demikian, konsep dasar PTK adalah: (a) mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelas; (b) mengatasi masalah-masalah yang ada di kelas.
Guru sebagai peneliti dalam PTK, pertama-tama mencari masalah yang dihadapi di kelasnya. Masalah itu ditemukan di dalam pembelajaran, bukan di luar pembelajaran. Kemudian, masalah itu dikaji, dibahas, terutama hal-hal yang berhubungan dengan akibat atau dampaknya, cara mengatasinya, dan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Jadi, peneliti menemukan hal yang harus diperbaiki dan menggunakan tindakan untuk mengatasinya.
Suyanto dalam Depdiknas (2004) menyatakan,
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional.”
PTK dikatakan bersifat reflektif karena guru sebagai peneliti selalu memikirkan apa dan mengapa satu dampak tindakan terjadi di kelas. Dari pemikiran itu kemudian dicarikan pemecahannya. Pemecahan tersebut berupa tindakan-tindakan. Sebelum tindakan dilakukan harus ada perencanaan terlebih dahulu. Pada perencanaan inilah terletaknya perbedaan antara yang biasa dilakukan guru dengan PTK yang sebenarnya. Bedasarkan hal itu, Depdiknas mengungkapkan bahwa PTK merupakan: (a) bentuk kajian yang sistematis reflektif; (b) dilakukan oleh pelaku tindakan atau guru; (c) dilakukan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran.
Wujud pelaksanaan PTK meliputi sejumlah kegiatan penting. Kegiatan itu adalah: refleksi awal, perencanaan, tindakan, observasi untuk keperluan evaluasi. Selanjutnya dilakukan refleksi terhadap hasil tindakan. Begitulah seterusnya sampai memenuhi siklus yang direncanakan. Refleksi awal dimaksudkan untuk menemukan masalah-masalah yang harus dipecahkan. Hasil refleksi itu menjadi acuan untuk menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan itu berupa alternatif-alternatif pemecahan masalah. Sedangkan tindakan adalah kegiatan memilih alternatif terbaik dan kemudian melakukan tindakan sesuai dengan alternatif pilihan itu. Observasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang tindakan-tindakan yang dilakukan. Data-data itu kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi. Sedangkan refleksi akhir dimaksudkan untuk melihat kembali masalah-masalah yang telah terselesaikan dana masalah-masalah baru yang timbul karenanya.
2.2 Karakteristik PTK
Indrawati (2001:11) mengungkapkan sepuluh karateristik PTK. Kesepuluh karakteristik itu adalah seperti betikut ini.
(1) Masalah yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus berasal dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru. Permasalahan penelitian hendaknya bersifa kontekstual dan spesifik.
(2) Tujuan utama PTK adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik-praktik pembelajaran secara langsung ketimbang menghasilkan pengetahuan baru
(3) PTK berlingkup makro, dilakukan dalam lingkup kecil, bisa satu kelas atau beberpa kelas di satu sekolah sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sampel. Istilah sampel dan populasi tidak diperlukan dalam PTK, karena hasilnya bukan untuk digeneralisasi.
(4) Hasil atau temuan PTK adalah pemahaman yang mendalam (komprehensif) mengenai kehidupan/fenomena pembelajaran di kelas.
(5)  PTK bersifat praktis dan langsung, relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja atau dunia pendidikan.
(6)  Pada PTK, peneliti (guru) tetap melaksanakan tugas mengajarnya sehari-hari di kelas, dan guru sebagai peneliti dapat melakukan perubahan-perubahan atau pemecahan masalah untuk memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran.
(7) PTK adalah jenis penelitian terapan yang melibatkan peneliti secara aktif dan langsung, mulai dari pembuatan rancangan penelitian, rencana tindakan, hingga pada penerapannya dengan modifikasi  intervensi yang sesuai dengan perkembangan kelas.
(8) PTK bersifat fleksibel dan adaptif, membolehkan perubahan-perubahan selama dalam masa penelitian, tidak menghiraukan kontrol demi kepentingan pelaksanaan yang lebih terfokus pada penelitian (on the spot experimentation) dan inovasi.
(9)  PTK dapat dilaksanakan secara koloboratif, yaitu kerjasama di antara guru dan teman sejawat, atau kepala sekolah dan pakar pendidikan, untuk berbagi kepakaran dan pemahaman terhadap  fenomena yang diteliti. PTK juga dapat dilakukan secara individual (oleh hanya seorang peneliti), dan atau dalam bentuk tim peneliti.
(10)PTK dilaksanakan dengan langkah-langkah berupa siklus yang sistematis, dengan urutan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Depdiknas (2003) menyebutkan  tiga karakteristik penelitian tindakan kelas (PTK). Ketiga karakteristik  itu adalah: (1) permasalahan diangkat dari dalam kelas; (2) penelitian bersifat kolaboratif; dan (3) adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki pembelajaran.
Permasalahan PTK harus diangkat dari dalam kelas. Bukan masalah di luar kelas. Artinya, masalah-masalah yang menjadi dasar dari PTK adalah masalah interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran, bukan yang berada di luar itu. Jika tempat tinggal anak jauh dari sekolah, kemudian pembelajarannya terganggu, itu bukan masalah PTK. Akan tetapi, anak tidak mau mengajukan pertanyaan di kelas, ia cendrung pasif, itu dapat dijadikan masalah PTK. Tegasnya masalah PTK adalah masalah yang salusinya dapat ditemukan oleh guru melalui tindakan-tindakan.
Penelitian bersifat kolaboratif. Artinya penelitian dilakukan bersama oleh guru, baik sesama guru, maupun bersama kolaborator lain seperti dosen, widyaiswara, dan sebagainya. Kolaborasi dilakukan dalam rangka saling memberi dan saling membantu. Saling memberi maksudnya, jika seorang guru tampil dalam pembelajaran, guru lain atau kolaborator lain dapat mengamati. Dari pengamatan itu akan diperoleh masukan untuk perbaikan atau motivasi dari hal-hal yang telah baik. Selanjutnya hal yang telah baik itu dikembangkan.
Di dalam PTK ada tindakan, ada tindakan tertentu untuk melakukan perbaikan. Perbaikan di dalam PTK bukan berupa teori, anjuran, dan saran. Akan tetapi, perbaikan di dalam PTK berupa tindakan, perlakuan yang benar-benar menjurus atau mengarah kepada perbaikan. Bisa saja tindakan itu berasal dari teori tertentu, tetapi bukan teorinya yang lebih penting, tetapi tindakannya. Sejauh mana kemangkusan suatu tindakan untuk memecahkan masalah, itulah hakikat tindakan tersebut.
2.3 Prinsip-prinsip PTK
Ada enam prinsip PTK. Keenam prinsip itu adalah:
(1) PTK yang dilaksanakan oleh guru hendaknya tidak mengganggu tugas utama guru dalam melaksanakan proses belajar mengajarnya.
(2) Metode pengumpulan data tidak menyita waktu guru dalam mengajar.
(3) Metodologi yang digunakan harus reliabel sehingga memunginkan guru dapat mengembangkan PBM dan meerapkannya di kelas lain.
(4) Masalah yang diteliti hendaknya jangan terlalu luas dan kompleks sehingga dapat dipecahkan sendiri oleh guru melalui pelaksanaan PTK.
(5) Pemecahan masalah hendaknya mengacu pada kebutuhan guru sebagai peneliti, namun tetap memperhatikan prosedur yang harus ditempuh di lingkungan kerja.
(6) Jika memungkinkan, PTK dilakukan untuk meningkatkan upaya pencapaian tujuan atau prioritas sekolah di masa datang.
2.4 Tujuan dan Manfaat PTK
Ada lima tujuan PTK. Kelima tujuan itu adalah: (1) memperbaiki praksis pembelajaran di kelas; (2) meningkatkan kualitas proses pembelajaran; (3) meningkatkan kualitas hasil pembelajaran; (4) meningkatkan pelayanan sekolah terhadap pembelajar; (5) meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran.
Sedangkan manfaat PTK adalah: (1) inovasi pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum di tingkat sekolah; (3) peningkatan profesionalisme guru; (4) pengoptimalan pelayanan kepada pebelajar.
2.5 Prosedur Pelaksanaan PTK
Prosedur PTK terdiri dari empat langkah utama. Keempat langkah utama itu adalah perencanaan (plan), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Menurut Djojosuroto (2004: 146), keempat prosedur itu dapat dijabarkan seperti berikut ini:
(1)   Melaksanakan survei terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Teknik yang digunakan: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, tes, atau teknik lain
(2)   Mengidentifikasi berbagai masalah yang dirasakan perlu untuk segera dipecahkan. Misalnya: siswa sangat pasif  selama pembelajaran
(3)    Merumuskan secara jelas, dengan disertai penjelasan tentang penyebab-penyebabnya. Misalnya siswa sangat pasif selama pembelajaran karena dalam memimpin pembelajaran guru hanya menggunakan teknik ceramah.
(4)  Merencanakan tindakan   untuk mengtasi masalah yang muncul tersebut. Misalnya untuk pelajaran bahasa Indonesia guru menerapkan teknik bermain peran (role play) dengan mempertimbangkan bahwa dengan teknik tersebut siswa dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dengan ragam yang dikehendaki.
(5)    Melaksanakan tindakan, yang dalam contoh di atas ialah menerapkan teknik bermain peran dalam pelajaran bahasa Indonesia.
(6)   Melakukan pengamatan terhadap kinerja dan perilaku siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahaui ada tidaknya perubahan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
(7)  Menganalisis dan merefleksi: menjelaskan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tindakan. Misalnya dengan teknik bermain peran siswa mulai menammpakkan keberaniannya menggunakan bahasa Indonesia dengan ragam tertentu. Masalahnya: mereka masih terkesan malu-malu kucing.
(8)   Melakukan perencanaan tindakan ulang untuk meningkatkan kualitas kinerja seperti yang dihendaki dan/atau memecahkan masalah yang tersisa, yang di dalam contoh di atas adalah rasa malu-malu kucing. Ketika sampai ke langkah yang kedelapan ini, peneliti sudah memasuki siklus yang kedua.
Maryunis (2002) menyatakan rangkaian kegiatan dalam prosedur PTK yaitu: (1) merasakan ada yang ‘tidak beres’; (2) memperjelas masalah; (3) merencanakan tindakan; (4) melaksanakan tindakan; (5) mengamati perubahan yang terjadi; dan (6) merenungkan hasil-hasil pengamatan untuk bahan perencanaan berikutnya. Hal itu pada hakikatnya sama dengan yang dikemukakan oleh Djojosuroto di atas.
Prosedur awal dari PTK adalah merasakan ada sesuatu yang ‘tidak beres’.  Jika ada sesuatu yang tidak beres, pertanda ada masalah. Tentu saja masalah itu bukan satu, mungkin lebih dari satu. Oleh karena itu, peneliti (guru) perlu mencari fokus masalah yaitu masalah yang dianggap paling utama. Fokus masalah itu dianalisis oleh peneliti. Inti analisisnya adalah mengungkapkan faktor penyebab masalah, memprediksi implikasi (akibat yang bisa timbul jika masalah tidak diatasi), dan intervensi (deskripsi beberapa strategi pembelajaran sebagai alternatif untuk memecahkan masalah). Jadi penentuan masalah dan analisis masalah merupakan prosedur awal dari PTK.
Prosedur kedua adalah rencana pemecahan masalah atau rencana tindakan. Hal-hal yang direncanakan pada tahap ini adalah memilih dan menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan objek PTK; memilih dan menetapkan strategi pembelajaran sebagai tindakan pemecahan masalah; menyusun langkah-langkah penerapan strategi dalam bentuk desain atau rencana pembelajaran; merumuskan kembali masalah, dan diikuti dengan hipotesis tindakan. Jadi ada semacam kegiatan hierarkis pada prosedur ini. Dimulai dari pokok bahasan yang akan diteliti dan diakhiri dengan perumusan hipotesis tindakan.
Perumusan kembali masalah dan hipotesis tindakan disarankan oleh Aleks Maryunis (2002) sebagai berikut:
Masalah:         Apakah dengan melakukan … dapat dicapai …?
Hipotesis Tindakan:    Dengan melakukan … dapat dicapai ….
Prosedur ketiga adalah adalah penetapan rencana pengumpulan data. Hal yang direncanakan pada bagian ini adalah penyusunan instrumen pengumpul data. Instrumen yang disusun ditetapkan untuk pengumpulan data apa, digunakan kapan, dan yang menggunakan siapa, jika memerlukan responden, respondennya siapa dan jumlahnya berapa. Pada bagian ini benar-benar terlihat hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan data.
Prosedur keempat adalah rencana analisis data. Pada bagian ini ditetapkan teknik untuk menganalisis data. Dengan cara atau teknik bagaimana data dianalisis, ditetapkan pada bagian ini. Selain itu, pada bagian ini juga ditetapkan interpretasi data atau refleksi. Dengan demikian, rencana tindakan selanjutnya dapat disusun berdasarkan hasil refleksi. Begitulah seterusnya sampai pada siklus yang kesekian.
2.6 Masalah-masalah yang Dapat Diteliti
Hopkins dalam Djojosuroto (2004:149 – 150) mengelompokkan masasalah yang dapat diteliti atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah pembelajaran (learning), kelompok kedua pengelolaan kelas (class managemen). Hal yang berkenaan dengan pembelajaran (learning) yang dapat diteliti di antaranya adalah:
(a) pemahaman konsep yang tidak tepat;
(b) kesulitan membaca lambang-lambang;
(c) kesulitan menulis dengan rapi;
(d) kesalahan strategi belajar;
(e) rendahnya prestasi belajar.
Hal yang berkaitan dengan pengelolaan kelas (class managemen) yang dapat diteliti antara lain meliputi:
(a) sering terlambat hadir dalam kelas;
(b) sikap pasif di kelas;
(d) sikap agresif terhadap guru;
(e) sering mengantuk;
(f) sering membolos;
(g) menyontek ketika ujian;
(h) sering tidak menyelesaikan tugas tepat waktu.
2.7 Proposal dan Laporan PTK
Proposal atau rencana PTK dibuat sebelum penelitian dilakukan. Proposal ini akan menjadi pedoman bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Selain itu, proposal juga berguna sebagai bahan untuk mendapatkan dukungan dari pihak sponsor. Dukungan sponsor itu dapat berupa dukungan moral, material, dan dana. Dengan demikian, ada dua fungsi proposal yakni, sebagai pedoman bagi peneliti dan sebagai bahan pertimbangan bagi sponsor untuk membantu pelaksanaan penelitian.
Kerangka atau sistematika proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) banyak variasinya. Variasi itu lebih banyak dipengaruhi oleh jenis rujukan atau ragam pakar yang merumuskannya. Meskipun variasnya banyak, pada hakikatnya variasi itu tidak mengubah konsep dan prinsip proposal PTK. Hal yang disajikan di sini adalah salah satu variasi itu.


Halaman Judul
Halaman Pengesahan
1. Pendahuuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.3 Manfaat Penelitian

2. Kajian Pustaka dan Hipotesis Tindakan

3. Metode Penelitian
3.1 Setting Penelitian
3.2 Subjek Penelitian
3.3 Sumber Data
3.4Teknik dan Alat Pengumpul Data
3.5 Teknik Analisis Data
3.6 Indikator Kinerja
3.7 Prosedur Penelitian

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan *)
 4.1 Deskripsi Hasil
 4.2 Pembahasan

5. Penutup*)
 5.1 Simpulan
 5.2 Saran
Lampiran:
Kepustakaan
Personalia Peneliti
Jadwal Penelitian
Rencana Anggara Biaya