SEBENARNYA APA YANG MENJADI ALASAN PERUBAHAN KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013
???? SUDAH RELEVANKAH DENGAN SITUASI SAAT INI SECARA MENYELURUH DI MASYARAKAT
???
Sekilas kita tengok
pengembangan draft kurikulum 2013 milik kemendikbud, dimana draft tersebut
menjelaskan adanya pengurangan mata pelajaran bagi semua tingkat pendidikan.
Hal ini bertujuan untuk meringankan beban siswa ketika membawa buku ke sekolah.
Sering kita lihat jika menggunakan KTSP maka siswa SD berangkat ke sekolah pun
membawa tas yang penuh dengan buku. Hal ini dipandang tidak manusiawi karena
memperlakukan anak usia dini yang seharusnya masih asyik bermain, justru
diberikaan beban yang teramat berat. Selain itu, jika kita bercermin pada
negara-negara maju, misalnya jepang, muatan pelajaran dalam kurikulum
pendidikannya jauh lebih sedikit daripada Indonesia. Sehingga siswa tidak
merasa terbebani dengan kurikulum pendidikan yang ada. Memang hal ini tidak
dapat kita ingkari kebenarannya. Akan tetapi, kurikulum 2013 ini sebenarnya
tidak menghilangkan sebagian pelajaran yang ada. Kurikulum ini mengintegrasikan
beberapa mata pelajaran ke dalam mata pelajaran tertentu. Selain itu jam
belajar pun bertambah. Bisa jadi anak SD akan semakin sore pulang ke rumah
karena beberapa mata pelajaran hilang namun jam belajar bertambah.
Potret yang digunakan
dalam perubahan kurikulum ini pun tidak representatif. Kemendikbud cenderung
hanya memotret fenomena yang terjadi di kota-kota besar atau di sekolah-sekolah
favorit. Coba kalau kita melihat ke pelosok negeri atau pedesaan. Mana ada
fenomena seperti yang dijadikan alasan oleh kemendikbud untuk merubah kurikulum
pendidikan. Siswa SD di pedesaan atau pelosok negeri buat beli
buku saja banyak yang tidak mampu. Kondisi sekolah masih jauh dari kata layak.
Kesejahteraan guru masih jauh dan sangat pantas menyandang pahlawan tanpa tanda
jasa. Pasalanya masih banyak guru honorer yang dengan ikhlas mendapatkan gaji Rp.
150.000 per bulannya. Bagaiman dia bisa menghidupi keluarganya jika gajinya
tidak mencukupi. Apa yang dilihat dikota-kota besar sama sekali tidak mewakili
gambaran pendidikan di Indonesia
saat ini. Pendidikan di Indonesia saat ini butuh pemerataan guru dan fasilitas
sekolah sebelum adanya kurikulum 2013 ini. Kurikulum 2013 hanya akan menyisakan
dokumen usang ditahun yang akan datang jika memaksa untuk diterapkan saat ini.
Pelaku atau pelaksana kurikulum yaitu guru di Indonesia masih belum siap
menerima kurikulum 2013. M. Nuh boleh saja mengatakan kurikulum 2013 ini lebih
memanjakan guru karena silabus telah disiapkan dan kurikulum 2013 tidak butuh
laboratorium mewah. Akan tetapi, mampukah guru membawakan kurikulum 2013 ini?
Beban berat bagi guru
Guru sebagai pelaksana kurikulum tentu sangat
menentukan keberhasilan kurikulum tersebut. Guru dalam pandangan kemendikbud
sendiri dituntut untuk menguasai empat kompetensi guru sesuai dengan
undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab IV pasal 10
menyebutkan bahwa seorang guru harus menguasai kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi kepribadian dan kompetansi sosial. Untuk mengetahui
pencapaian kompetansi ini, pemerintah mengadakan ujian sertifikasi dan guru di
Indonesia yang sudah sertifikasi baru setengah dari jumlah keseluruhan. Hal ini
jika kita pandang secara normatif, guru yang sudah sertifikasi pasti
profesional. Akan tetapi, fenomena yang terjadi atau realitasnya tidak sama
dengan yang yang diharapkan. Dalam artian terjadi kesenjangan antara dassein dan
dassolennya.
Kondisi guru paska sertifikasi masih layak diragukan profesionalitasnya karena
meposisikan guru pada convert zone tentu secara tidak