Selasa, 30 April 2013

SEBENARNYA APA YANG MENJADI ALASAN PERUBAHAN KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013 ???? SUDAH RELEVANKAH DENGAN SITUASI SAAT INI SECARA MENYELURUH DI MASYARAKAT ???



SEBENARNYA APA YANG MENJADI ALASAN  PERUBAHAN KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013 ???? SUDAH RELEVANKAH DENGAN SITUASI SAAT INI SECARA MENYELURUH DI MASYARAKAT ???
Sekilas kita tengok pengembangan draft kurikulum 2013 milik kemendikbud, dimana draft tersebut menjelaskan adanya pengurangan mata pelajaran bagi semua tingkat pendidikan. Hal ini bertujuan untuk meringankan beban siswa ketika membawa buku ke sekolah. Sering kita lihat jika menggunakan KTSP maka siswa SD berangkat ke sekolah pun membawa tas yang penuh dengan buku. Hal ini dipandang tidak manusiawi karena memperlakukan anak usia dini yang seharusnya masih asyik bermain, justru diberikaan beban yang teramat berat. Selain itu, jika kita bercermin pada negara-negara maju, misalnya jepang, muatan pelajaran dalam kurikulum pendidikannya jauh lebih sedikit daripada Indonesia. Sehingga siswa tidak merasa terbebani dengan kurikulum pendidikan yang ada. Memang hal ini tidak dapat kita ingkari kebenarannya. Akan tetapi, kurikulum 2013 ini sebenarnya tidak menghilangkan sebagian pelajaran yang ada. Kurikulum ini mengintegrasikan beberapa mata pelajaran ke dalam mata pelajaran tertentu. Selain itu jam belajar pun bertambah. Bisa jadi anak SD akan semakin sore pulang ke rumah karena beberapa mata pelajaran hilang namun jam belajar bertambah.
Potret yang digunakan dalam perubahan kurikulum ini pun tidak representatif. Kemendikbud cenderung hanya memotret fenomena yang terjadi di kota-kota besar atau di sekolah-sekolah favorit. Coba kalau kita melihat ke pelosok negeri atau pedesaan. Mana ada fenomena seperti yang dijadikan alasan oleh kemendikbud untuk merubah kurikulum pendidikan. Siswa SD di pedesaan atau pelosok negeri buat beli buku saja banyak yang tidak mampu. Kondisi sekolah masih jauh dari kata layak. Kesejahteraan guru masih jauh dan sangat pantas menyandang pahlawan tanpa tanda jasa. Pasalanya masih banyak guru honorer yang dengan ikhlas mendapatkan gaji Rp. 150.000 per bulannya. Bagaiman dia bisa menghidupi keluarganya jika gajinya tidak mencukupi. Apa yang dilihat dikota-kota besar sama sekali tidak mewakili gambaran pendidikan di Indonesia saat ini. Pendidikan di Indonesia saat ini butuh pemerataan guru dan fasilitas sekolah sebelum adanya kurikulum 2013 ini. Kurikulum 2013 hanya akan menyisakan dokumen usang ditahun yang akan datang jika memaksa untuk diterapkan saat ini. Pelaku atau pelaksana kurikulum yaitu guru di Indonesia masih belum siap menerima kurikulum 2013. M. Nuh boleh saja mengatakan kurikulum 2013 ini lebih memanjakan guru karena silabus telah disiapkan dan kurikulum 2013 tidak butuh laboratorium mewah. Akan tetapi, mampukah guru membawakan kurikulum 2013 ini?
Beban berat bagi guru
Guru sebagai pelaksana kurikulum tentu sangat menentukan keberhasilan kurikulum tersebut. Guru dalam pandangan kemendikbud sendiri dituntut untuk menguasai empat kompetensi guru sesuai dengan undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen bab IV pasal 10 menyebutkan bahwa seorang guru harus menguasai kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetansi sosial. Untuk mengetahui pencapaian kompetansi ini, pemerintah mengadakan ujian sertifikasi dan guru di Indonesia yang sudah sertifikasi baru setengah dari jumlah keseluruhan. Hal ini jika kita pandang secara normatif, guru yang sudah sertifikasi pasti profesional. Akan tetapi, fenomena yang terjadi atau realitasnya tidak sama dengan yang yang diharapkan. Dalam artian terjadi kesenjangan antara dassein dan dassolennya. Kondisi guru paska sertifikasi masih layak diragukan profesionalitasnya karena meposisikan guru pada convert zone tentu secara tidak